UEFA Coret Palace karena Konflik Kepemilikan, Steve Parish: Ini Hari Paling Gelap bagi Sepak Bola
LONDON – Crystal Palace Didepak dari Liga Europa 2025/2026 Kabar mengejutkan datang dari markas UEFA. Alih-alih tampil di Liga Europa musim 2025/2026, Crystal Palace justru dipindahkan ke UEFA Conference League. Penyebabnya? Dugaan pelanggaran terhadap aturan kepemilikan multi-klub yang menyeret nama pengusaha Amerika Serikat, John Textor.
Pada Jumat, 11 Juli 2025, UEFA secara resmi mengumumkan bahwa Crystal Palace tidak memenuhi syarat kompetisi Liga Europa. Badan sepak bola Eropa tersebut menganggap adanya konflik kepemilikan antara Palace dan klub Prancis, Olympique Lyon, yang juga berhak tampil di kompetisi yang sama.
Langkah ini langsung menuai reaksi keras dari manajemen Palace. Sang ketua klub, Steve Parish, menyebut keputusan UEFA sebagai tindakan yang tidak adil dan merusak integritas olahraga.

Pelanggaran Regulasi Multi-Klub, Palace Jadi Korban
UEFA menyatakan bahwa dua klub yang dimiliki oleh entitas atau individu yang sama tidak boleh bersaing dalam turnamen Eropa yang sama, demi menjamin independensi dan integritas kompetisi.
- John Textor diketahui memegang saham signifikan di Crystal Palace, sembari memiliki kendali mayoritas di Olympique Lyon.
- UEFA menilai kepemilikan ganda tersebut menimbulkan konflik kepentingan, yang dilarang dalam regulasi kompetisi Eropa.
- Palace otomatis digeser ke UEFA Conference League, sementara Lyon tetap bertahan di Liga Europa.
Steve Parish Murka: “Ini Ketidakadilan yang Mengerikan”
Dalam wawancara eksklusif dengan Sky Sports, Steve Parish mengungkapkan kekecewaannya secara terbuka. Ia menilai keputusan UEFA tidak masuk akal dan didasari asumsi yang keliru.
“Kami sangat terpukul. Ini ketidakadilan yang mengerikan. UEFA telah menghukum kami karena alasan teknis yang sama sekali tidak relevan,” tegas Parish, dikutip dari BBC Sport.
Lebih lanjut, Parish menolak tudingan bahwa Crystal Palace merupakan bagian dari jaringan multi-klub. Ia menegaskan bahwa manajemen klub beroperasi secara independen, tanpa campur tangan dari Textor dalam pengambilan keputusan.
“Kami tidak berbagi pemain, pelatih, atau staf. Kami bukan bagian dari sistem multi-klub. Ini keputusan yang salah sasaran,” tambahnya.
UEFA Beri Tenggat, Tapi Palace Tidak Bergerak
Sebelumnya, UEFA telah memberikan waktu hingga 1 Maret 2025 kepada klub-klub dengan potensi konflik kepemilikan untuk merestrukturisasi kepemilikan mereka. Namun, Palace gagal mengambil tindakan konkret dalam batas waktu tersebut.
- Palace mengklaim bahwa Textor tidak memiliki kontrol operasional langsung, tetapi UEFA tidak menerima penjelasan itu.
- UEFA menilai bahwa struktur kepemilikan Palace tetap melanggar prinsip dasar kompetisi yang adil.
- Akibat keputusan ini, Nottingham Forest—yang finis di posisi ketujuh Premier League—berpotensi menggantikan Palace di Liga Europa.
Palace Siap Tempuh Jalur Hukum, UEFA Terancam Hadapi Banding ke CAS
Tak tinggal diam, Steve Parish menyatakan bahwa klubnya akan membawa kasus ini ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS). Ia percaya bahwa Palace memiliki argumen kuat untuk membatalkan keputusan UEFA.
“Kami akan mengajukan banding ke CAS. Kami percaya, dalam proses hukum yang adil, kebenaran akan berpihak kepada kami,” tegasnya.
Langkah banding ini bisa mempengaruhi daftar peserta Liga Europa musim depan, tergantung dari keputusan akhir CAS yang biasanya memakan waktu beberapa pekan.
Kesimpulan: Regulasi Ketat UEFA Picu Polemik Baru di Sepak Bola Eropa
Kasus Crystal Palace membuka babak baru dalam diskusi panjang tentang regulasi multi-klub UEFA. Di tengah tren kepemilikan lintas negara oleh investor global, klub-klub kini dipaksa lebih waspada dalam menyusun struktur organisasi mereka.
Situasi ini tidak hanya berdampak pada Palace, tapi juga menjadi peringatan bagi klub-klub lain yang berada dalam jejaring kepemilikan serupa.